Sabtu, 24 Oktober 2015

Walhi Jambi: Kasus Kematian Indra Pelani Janggal


Enam sekuriti PT WKS, yang menjadi terdakwa pembunuh Indra Pelani, petani Tebo.
Enam dari tujuh sekuriti PT MCP, yang terlibat dalam kasus tewasnya Indra Pelani, petani Tebo. Lima orang  divonis, dua dibebaskan wajib lapor. Dokumentasi: Walhi Jambi
Perempuan tengah baya itu berlinang air mata. Awalnya Nurhayana (47) ibu kandung dari Indra Pelani, petani Desa Tebo yang tewas dikeroyok sekuriti PT Manggala Cipta Persapa (MCP) tampak tenang. Hingga suatu saat dia tak tahan untuk menumpahkan perasaannya yang terpendam.

“Kami yang bodoh ini saja tahu kalau pembunuhan [anak saya] itu berencana. Jangan sewenang-wenang, kenapa hakim bilang ini tidak berencana,” katanya (12/10) dalam jumpa pers bersama Walhi dalam mencermati sidang putusan.

Putusan sidang yang digelar di Pengadilan Negeri Muarabulian, Selasa (06/10) dan dipimpin oleh Ketua Hakim sekaligus Ketua PN Muarabulian Achmad Satibi, SH MH akhirnya memvonis lima pelaku dengan putusan yang berbeda-beda. Tiga terdakwa: Asmadi, Diepsa, dan Ayatullah dijatuhi hukuman masing-masing 14 tahun penjara, lebih ringan ketimbang tuntutan jaksa 18 tahun penjara.
Terdakwa M. Ridho dihukum 10 tahun, sedangkan terdakwa Zaidian dihukum 8 tahun penjara. Jaksa menuntut keduanya masing-masing 15 tahun penjara.

Sedangkan dua sekuriti lainnya dibebaskan dan hanya dikenai wajib lapor.
Nurhayana mengaku hanya tiga kali absen dari 13 persidangan yang digelar. Terkadang dia tak tahan mendengar bagaimana proses terjadinya pembunuhan itu. “Saya sudah sabar. Setiap persidangan, saya memilih diam. Tak pernah protes,” katanya bergetar.

Selama ini, Nurhayana mengaku tak pernah menggubris upaya damai dari pihak perusahaan. Kakak kandungnya pernah memberi tahu bahwa ada tiga orang dari Tebo yang mencarinya. Mereka hendak memberi uang Rp 200 juta ditambah kebun asalkan mau berdamai. “Kalau mereka mau beri santunan silakan, tapi kalau mau berdamai, nanti dulu. Berapapun uangnya, saya tidak akan terima,” ujarnya.

Nurhayati, ibu dari mendiang Indra. Foto: Jogi Sirait
Nurhayana, ibu dari mendiang Indra. Foto: Jogi Sirait


Seperti yang diberitakan Mongabay-Indonesia, Indra Pelani (23) anggota Serikat Tani Tebo ditemukan tewas terbunuh pada Sabtu (28/02/2015). 

Konflik bermula sejak 2006, kala PT WKS (Wira Karya Sakti), anak perusahaan dan pemasok kayu pulp untuk Asia Pulp and Paper (APP), membuka jalan dengan menggusur lahan-lahan masyarakat di wilayah Desa Lubuk Madrasah. Masyarakat kemudian
menolak tindakan itu dan berusaha mempertahankan lahannya. Dari 1.500 hektar lahan sengketa masyarakat Desa Lubuk Madrasah, Kabupaten Tebo, masyarakat berhasil menduduki 500 hektar.

Sejak PT WKS berdiri di Jambi pada 1994 silam, mereka menggunakan jasa sekuriti dari PT MCP yang berjumlah 560 orang untuk menjaga seluruh areal konsesi PT WKS yang terbagi dari distrik satu hingga delapan.


Apakah Indra Dibunuh Karena Dia Tahu Sesuatu?

Kegundahan yang dirasakan oleh Nurhayati bukannya tanpa alasan. Menurut Direktur Eksekutif Walhi Jambi, Musri Nauli proses pembuktian perkara yang dilakukan dalam kasus ini tidak mendetail dan terkesan janggal.

Menurut Musri, terdapat dua kejanggalan persidangan. Pertama, selama tiga bulan proses penggalian hanya terfokus pada konteks kejadian semata. Tidak pernah digali latar belakang atau motif pembunuhan. Kedua, selama proses pengadilan, tidak satupun pihak perusahaan yang dihadirkan.
Walhi Jambi menyayangkan putusan tersebut. Padahal pasal yang dituduhkan kepada para terdakwa berlapis. Dari pasal 340 jo pasal 70 ayat (1), pasal 338 jo pasal 70 ayat (1), serta pasal 170 jo pasal 70 ayat (1).

“Pertimbangan hakim bahwa peristiwa ini hanya pembunuhan biasa,” jelas Musri.
Padahal, fakta-fakta yang dikumpulkan Walhi Jambi, membuktikan bahwa pembunuhan tersebut dilakukan secara berencana.

Sidang Pengadilan pembunuhan atas Indra Pelani. Dokumentasi: Walhi Jambi
Sidang Pengadilan pembunuhan atas Indra Pelani. Dokumentasi: Walhi Jambi

Secara kronologis menurut Rudiansyah, Manajer Advokasi Walhi Jambi, peristiwa terbunuhnya korban, bermula saat Indra bersama petani lain akan melakukan panen perdana. Harusnya hal ini sudah diketahui oleh pihak PT WKS, karena panen pertama sebelumnya telah dilakukan enam bulan sebelumnya.

Saat itu petang sekitar pukul 16.00 korban bersama kawannya dengan motor GL Pro tiba di portal 803. Sekuriti pos bernama Zulkifli melarang masuk dengan alasan portal tak bisa dibuka sesuai dengan perintah atasan. Namun ketika diminta warga, Zulkifli tidak bersedia menyambungkan komunikasi petani dengan atasan yang dimaksud.

Selanjutnya mereka terlibat adu mulut, Indra langsung dikeroyok tujuh anggotas sekuriti. Tubuh Indra ditemukan sudah tidak bernyawa keesokan paginya sekitar pukul 10.00 dengan badan penuh luka tusukan, serta kaki dan tangan yang terikat.

“[Dalam persidangan] Instruksi dari atasan yang melarang ini tidak terungkap dan terkesan disembunyikan. Masyarakat lain boleh masuk kenapa warga yang hendak panen dilarang?” tanya Rudiansyah. Sembari menambahkan Walhi Jambi sedang menimbang untuk melakukan eksaminasi agar motif pembunuhan ini dapat terungkap dengan jelas.

Rudiansyah menduga kematian Indra Pelani erat kaitannya dengan pengetahuannya tentang berbagai kecurangan pemanenan, termasuk permainan penggunaan dan jual beli pupuk yang membuat beberapa pihak di dalam perusahaan gerah.

Mencermati perkembangan kasus ini, Jaksa Penuntut Umum yang diwakili oleh Zuhdi dan Fajri berencana melakukan upaya banding. Jaksa menilai kasus ini adalah kasus berencana sesuai tuntutan pasal 340 KUHP, bukan lagi sebatas pembunuhan biasa yang dijerat hakim dengan pasal 338 KUHP.
Juru bicara PT Wira Karya Sakti, Taufiqurrahman saat dijumpai Mongabay-Indonesia mengatakan bahwa apapun hasilnya semua pihak diharapkan dapat menghormati proses hukum dan putusan tersebut.

Menurut Taufiqurrahman, sebagai bentuk pertanggung jawaban perusahaan, pihaknya sejak kasus ini terjadi langsung memutus kontrak dengan PT MCP karena dianggap lalai dan telah melanggar Standar Operasional Prosedur (SOP) PT WKS: tegur, sapa, catat. Menurutnya, pihak sekuriti tidak diperkenankan berbuat arogan terhadap siapapun, termasuk melakukan cara-cara kekerasan dalam menangani konflik.

Ketika coba dihubungi oleh Mongabay-Indonesia, Direktur PT MCP, Eriyanto Junaidi hanya berkomentar singkat, “Kita ikuti saja proses hukum yang berjalan,” jelasnya (13/10). (http://www.mongabay.co.id)

Horor di Konsesi APP, Petani Tebo Tewas Mengenaskan


Inilah tempat peristirahatan Indra, seorang petani Tebo, Jambi yang tewas diduga dianiaya sekuriti PT WKS, anak perusahaan APP. Foto: Walhi Jambi
Inilah tempat peristirahatan Indra, seorang petani Tebo, Jambi yang tewas diduga dianiaya sekuriti PT WKS, anak perusahaan APP. Foto: Walhi Jambi

Seorang anggota Serikat Petani Tebo (SPT) Jambi, Indra Pelani (23) ditemukan tewas mengenaskan dengan tangan terikat dan badan penuh luka memar setelah 17 jam hilang pada Sabtu (28/2/15). Indra tewas setelah dikeroyok tujuh anggota keamanan PT Wira Karya Sakti, anak usaha Asia Pulp and Paper (APP), Jumat(27/2/15).

Anggota jaringan Walhi Jambi, Nick Karim bercerita, dijemput Indra di Simpang Niam, Kabupaten Tebo sekitar pukul 15.30 pada Jumat (27/2/15). Nick dan Indra berkomunikasi lewat telepon seluler sejak jam 14.00. Nick buru-buru datang dari Muarabulian, Kabupaten Batanghari yang ditempuh selama 1,5 jam.

Mereka berdua hendak mempersiapkan panen padi dan palawija kedua kali di lahan yang diklaim masyarakat. “Tahun lalu, masyarakat memanen tiga ton. Tahun ini mereka menargetkan delapan ton,” kata Rusdiansyah, Manager Regional Walhi Jambi, kepada Mongabay, Senin (2/3/15).

Ketika melintas pos keamanan di Pos Kembar 803 sekitar pukul 16.03, mereka berdua naik sepeda motor jenis GL Pro dihentikan Tim URC. Mereka terlibat adu mulut dan dilarang masuk. Indra langsung dikeroyok tujuh anggota URC. Nick berusaha melerai tetapi diabaikan.

Lalu, Nick ditarik sejumlah orang desa yang menyaksikan pengeroyokan itu. Nick berhasil diselamatkan. “Entah kenapa saya tidak dipukuli. Saya langsung disembunyikan di salah satu rumah warga,” katanya.

Sekitar pukul 16.30, sebanyak 30 warga desa menyusul Indra ke pos kembar tadi. Warga bertemu dengan Zulkifli, salah satu anggota keamanan WKS. Namun warga tidak menemukan Indra.

Dari sore hingga dinihari, kabar korban simpang siur. Sabtu (28/2/15), sekitar pukul  09.00 Rudiansyah menerima telepon dari Akiet, Kepala Keamanan WKS. Akiet mengabarkan, Indra ditemukan sekitar tujuh kilometer dari Distrik VIII dalam keadaan tak bernyawa.

Sekitar pukul 10.00, barulah jenazah ditemukan warga. “Kondisi tubuh korban penuh luka tusukan benda tajam di kepala, pipi kiri, kepala bagian belakang dan leher bagian kanan. Tangan terikat, kaki terikat, Mulut ditutup baju sendiri. Muka dan sekujur badan lebam-lebam,” kata Rudiansyah.


Menurut Rudi, pihaknya dengan WKS diwakili General Manager, Slamet Irianto dan Humas, Taufik sudah bersepakat, perusahaan menghormati dan tidak akan mengganggu aktivitas masyarakat sampai proses negoisasi selesai.

Indra semasa hidup. Foto: Walhi Jambi
Indra semasa hidup. Foto: Walhi Jambi

Atas peristiwa ini, Walhi Jambi menilai terjadi tindak pidana pengeroyokan, penculikan, dan pembunuhan berencana. Menurut Rudiansyah, dugaan pembunuhan berencana melihat fakta membuang mayat korban dari pos portal 803 adalah rencana yang dipersiapkan dengan baik. “Cara-cara ini sangat biadab dan harus terungkap dan dipertanggungjawabkan secara hukum.”

General Manager, Slamet Irianto menolak berkomentar. “Kita sudah serahkan semua kepada humas,” katanya. Juru bicara WKS, Taufik ketika dihubungi tak mengangkat ponsel.

Greenpeacepun menanggapi. Kepala Kampanye Greenpeace Global  Indonesia, Bustar Maitar mengatakan, kejadian ini begitu serius, hingga proses resolusi konflik harus menjadi prioritas bagi APP, tak hanya terkait kasus ini, juga di seluruh operasi perusahaan. “Sementara ini, Greenpeace akan menarik diri dalam setiap keterlibatan dengan APP dan fokus mendorong penyelesaian isu serius yang muncul dalam kasus ini,” katanya.

Setelah investigasi menyeluruh dan adil, katanya, baik langsung maupun tidak langsung, semua yang terlibat kematian Indra, termasuk anggota-anggota perusahaan sekuriti dan APP, harus bertanggung jawab.

APP, kata Bustar,  harus segera mengambil langkah cepat memastikan peristiwa ini diinvestigasi menyeluruh dan adil, dengan kerjasama penuh tanpa syarat dari perusahaan.  “APP juga harus mengadakan investigasi menyeluruh terhadap prosedur keamanan dan jasa keamanan dari pihak ketiga guna  memastikan peristiwa seperti ini tidak lagi terjadi. Kami berharap perusahaan terbuka dalam mengatasi masalah ini.”

Manajemen APP di Jakarta ketika dikonfirmasi Mongabay, atas insiden petani tewas di WKS ini mengatakan, menerima informasi Indra tewas pada Sabtu (28/2/15). “Sejak itu,  kami bekerja sama sepenuhnya dengan kepolisian dalam proses penyelidikan,” bunyi keterangan tertulis perusahaan yang dikirim lewat surat elektronik.

Perusahaan menyatakan, berbelasungkawa atas kejadian tragis di komunitas Tebo ini. Prioritas utama APP, memberikan dukungan kepada keluarga dan masyarakat dan untuk membantu proses penyelidikan kepolisian.

“Sambil menunggu hasil penyelidikan, APP memberikan instruksi kepada WKS segera mensuspensi semua personil yang kemungkinan diduga terlibat dalam insiden ini. Ini termasuk petugas keamanan, komandan tim keamanan Distrik Delapan dan kepala keamanan di perusahaan kontraktor keamanan PT MCP.”

APP mengecam segala bentuk tindakan kekerasan dan mendukung keputusan Greenpeace agar fokus pada masalah ini. “Kami berkomitmen menempatkan semua sumber daya kami dalam bekerja dengan masyarakat, Greenpeace, Walhi dan polisi untuk menjamin keadilan terlaksanakan.” ((http://www.mongabay.co.id)

Tidak ada komentar: