Senin, 10 Juli 2017

Jurnalis Banyak Belum Sensitif Gender dan Anak Dalam Pemberitaan


Asisten Deputi Partisipasi Media Kementerian PPPA Drs Fatahilah Msi.Foto Asenk Lee Saragih
BERITAKU-Jambi-Para Jurnalis di Jambi belum sensitif Gander dan Anak dalam pemberitaan. Jurnalis masih kerap mendramatisir dan menstigma kasus-kasus pelecahan seksual dan kekerasan seksual kepada anak sehingga menimbulkan trauma yang mendalam bagi para korban. Penulisan berita yang sensitif Gander dan anak merupakan tanggungjawab moral bagi Jurnalis dalam meminimalisir tekanan psikis bagi para korban tindakan kekerasan kepada perampuan dan anak.

Hal itu terungkap dalam kegiatan “Pelatihan Jurnalis yang Sensitif Gender dan Anak Bagi Para Jurnalis” Jambi yang dilaksanakan di Hotel Dua Weston Jambi, Senin (10/7/2017). 

Acara itu diselenggarakan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) RI dengan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Provinsi Jambi dan PWI Provinsi Jambi.
Peserta “Pelatihan Jurnalis yang Sensitif Gender dan Anak Bagi Para Jurnalis” Jambi yang dilaksanakan di Hotel Dua Weston Jambi, Senin (10/7/2017).
Kegiatan itu dibuka secara resmi oleh Kepala Bidang Pemberdayaan Perempuan pada kantor Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Pengendalian Penduduk Pemerintah Provinsi Jambi, Rika Oktavia, S STP, MA dan dihadiri Ketua PWI Provinsi Jambi Saman SPt serta Asisten Deputi Partisipasi Media Kementerian PPPA Drs Fatahilah Msi.

Sementara pemateri (narasumber) pada “Pelatihan Jurnalis yang Sensitif Gender dan Anak Bagi Para Jurnalis yakni Maria Hartiningsih Wartawan Kompas 1984-2015 dan kini sebagai Praktisi Perempuan dan Lestari Nurhajati mantan Jurnalis dan kini Aktivis Perempuan. Peserta pelatihan diikuti sekitar 30 jurnalis Jambi dari berbagai media (Elektronik, Online dan Cetak).(Baca: Tinggi-Kekerasan-Terhadap-Anak di Jambi)

Ketua PWI Provinsi Jambi Saman SPt dalam sambutannya mengatakan, bahwa wartawan harus bisa sebagai literasi dalam memfilter informasi yang kini beredar di sosial media. Dia juga meminta agar para wartawan tetap menjunjung kode etik jurnalis dalam setiap menyajikan berita. 
Saman SPt. Foto Asenk Lee Saragih.

“Teknologi media boleh berganti-ganti, namun etika jurnalis harus tetap teguh dalam kode etiknya. Melalui pelatihan seperti ini para wartawan lebih sensitif dalam memberitakan isu Gender dan anak. Sehingga dalam pemberitaan khususnya kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak dapat diberitakan dengan sensitif dan tidak mendramatisir para korbannya dalam berita,” katanya.

Saman SPt meminta media di Provinsi Jambi dalam menyajikan berita bukan sekadar bersumber dari info awal sosial media tanpa melakukan konfirmasi dan akurasi dari informasi tersebut. Lewat pelatihan ini agar para wartawan tetap berpatokan kepada kode etik jurnalis ditengah gempuran sosial media saat ini.

“Atas nama PWI Provinsi Jambi saya mengucapkan terimakasih kepada (KPPPA) RI, P2TP2A Provinsi Jambi dan rekan wartawan, sehingga acara ini bisa berjalan dengan baik. PWI Provinsi Jambi juga akan terus berupaya dalam melakukan kerjasama dengan lembaga atau instansi lain dalam meningkatkan kompetensi wartawan dengan pelatihan Jurnalistik,” katanya.

Sosialisasi "Three Ends"

Sementara Asisten Deputi Partisipasi Media Kementerian PPPA Drs Fatahilah Msi dalam sambutannya mengatakan, KPPPA RI menggelar sosialisasi "Three Ends" dengan menggandeng Jurnalis dan lembaga masyarakat untuk mengakhiri kekerasan terhadap perempuan dan anak di Provinsi Jambi.

Disebutkan, kementerian PPPA mempunyai program atau kegiatan unggulan berupa Three Ends atau Tiga Akhiri, yakni akhiri kekerasan terhadap perempuan dan anak, akhiri perdagangan manusia, dan akhiri kesenjangan ekonomi.

Disebutkan, Provinsi Jambi menjadi tempat ke 9 kegiatan “Pelatihan Jurnalis yang Sensitif Gender dan Anak Bagi Para Jurnalis” setelah Bali, Sulsel, Bengkulu, Maluku Utara.

Disebutkan, lewat kegiatan itu bersama (P2TP2A) Provinsi Jambi dan PWI Provinsi Jambi, terkait Three Ends itu, agar dapat meminimalkan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak, perdagangan manusia serta kesenjangan ekonomi.
Maria Hartiningsih Wartawan Kompas 1984-2015.Foto Asenk Lee Saragih.
“Dengan idealisme Jurnalis yang tinggi, tidak lagi mendiskreditkan dan menstigma perempuan dan anak dalam pemberitaan. Lewat pemberitaan akan terus melakukan kegiatan sosialisasi untuk mengakhiri segala bentuk kekerasan terhadap perempuan dan anak, perdagangan manusia, dan kesenjangan ekonomi. Kami tak bisa bekerja sendiri, dan semua pihak harus berpastisipasi aktif untuk penanganan masalah tersebut,” kata Fatahilah.

Namun menurutnya, program itu tak hanya fokus pada aspek penanganan saja, melainkan juga aspek pencegahan yang harus mendapatkan porsi yang lebih besar. Lewat pemberitaan yang sensitif Gender dan anak merupakan cita-cita dari program itu.

Sedangkan Kepala Bidang Pemberdayaan Perempuan pada kantor Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Pengendalian Penduduk Pemerintah Provinsi Jambi, Rika Oktavia, S STP, MA mengungkapkan tindak kekerasan terhadap perempuan dan anak di Provinsi Jambi terjadi peningkatan yang signifikan.

“Tahun 2015 tercatat 60 kasus, tahun 2016 tercatat 123 kasus dan Tahun 2017 hingga Juli sudah tercatat 37 kasus. Angka tersebut, dinilainya cukup tinggi dan pemerintah memberikan perhatian serius terhadap masalah perlindungan perempuan dan anak ini. Berdasarkan kasus-perkasus, lebih banyak kasus yang terjadi merupakan delik aduan, seperti Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT), pelecehan dan kekerasan seksual terhadap perempuan, dan pelecehan terhadap anak,” katanya.

Disebutkan, lewat program “Pelatihan Jurnalis yang Sensitif Gender dan Anak Bagi Para Jurnalis” diharapkan media di Jambi lebih menfilter pemberitaan Gender dan kekerasan anak sehingga tidak menambah trauma bagi para korbannya.

Sementara Maria Hartiningsih dan Lestari Nurhajatidalam materinya menyoroti tentang profesionalisme Jurnalis dalam membuat berita, khususnya dalam senstif Gender dan kekerasan terhadap anak. Keduanya juga menyoroti soal masih banyaknya media yang secara vulgar dalam menyajikan berita tentang kekerasan terhadap perempuan dan anak.

Kegiatan “Pelatihan Jurnalis yang Sensitif Gender dan Anak Bagi Para Jurnalis” berlangsung hingga Selasa (11/7/2017) dengan membentuk kelompok diskusi dan membahas isu-isu Gender misalnya kasus prostitusi, percerain, Narkoba dan HIV-Aids. (JP-Asenk Lee) 


Sumber: Jambipos Online.com 

Tidak ada komentar: